Oleh : Nee.
Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay |
Dalam mengajarkan sesuatu ke anak tentunya harus semenyenangkan mungkin, karena pada pembelajaran yang tidak menggunakan media dan cara yang tepat, anak akan mengalami pengurangan optimalisasi fungsi psikis, fisik, dan sensorik yang sedang berkembang. Anak sangat membutuhkan peluang atau kesempatan guna mengeksploitasi kebutuhannya dalam bermain. Menurut Vygotsky (1978), anak akan secara aktif menyusun pengetahuan dan memberi fokus pada bagaimana pentingnya interaksi sosial budaya terhadap perkembangan kognitif mereka. Oleh karenanya, perkembangan kognitif pada anak sangat dipengaruhi pola interaksi individu sekitar (orang tua) dengan memberikan stimulasi kemampuan literasi kepada anak. Bagi sang anak, orang tua merupakan guru pertamanya dalam berbagai semua pelajaran, khususnya peran Ibu sebagai sosok yang sangat dekat dengan si anak untuk membimbing dan memotivasi anak, mampu meningkatkan kemampuan literasi awal pada anak. Sangat diperlukan kegiatan atau aktivitas yang kreatif dan ter-program stimulasi literasi kepada anak di rumah secara koheren, sistematis, dan akurat. Jika si anak telah di-stimulasi sejak dini, maka si anak akan dapat menguasai kemampuan literasi ke jenjang selanjutnya dengan mudah.
Para ahli medis sepakat terhadap hasil penelitian yang menemukan bahwa sel-sel otak manusia sudah terbentuk sebanyak 70%-80% pada anak usia tiga tahun[1]. Pada usia periode ini pertumbuhan otak berjalan sangat cepat, dimana bagian kulit (cortex cerebri) keadaanya sangat peka terhadap segala macam rangsangan dari luar. Informasi positif dan bermutu yang diterimanya memberikan reaksi yang sangat baik bagi proses tumbuh kembang anak, sebaliknya bila yang diserap berupa informasi negatif dan tidak berkualitas tentunya melahirkan prilaku yang jauh dari kesempurnaan atau bahkan menyimpang. Proses semacam ini biasa disebut dengan istilah Garbage in, Garbage out[2]. Salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya penguasaan kemampuan baca tulis di usia dini adalah metode pembelajaran yang kurang memperhatikan karakteristik anak. Proses pembelajaran pada anak masih banyak yang menggunakan metode konvensional, yaitu orang tua atau guru mengajarkan anak untuk menghafalkan nama alfabet secara berulang dengan media papan tulis dan menirukan cara guru mengucapkannya (Ruhaena, 2013). Teori behavioristik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Koneksionisme merupakan rumpun yang paling awal dari teori beavioristik. Menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan stimulus‐respons. Siapa yang menguasai stimulus‐respons sebanyak‐banyaknya ialah orang yang pandai dan berhasil dalam belajar. Pembentukan hubungan stimulus‐respons dilakukan melalui ulangan‐ulangan[3]. Pada teori Edward L. Thorndike ini setiap individu (dalam konteks esai ini “anak”) jika dihadapkan dengan situasi baru, maka ia akan melakukan tindakan yang siasatnya “trial and eror” atau coba-coba secara membabi buta. Pada tahap ini si anak dapat diberikan stimulasi berupa beberapa percobaan yang sudah diteliti oleh para peneliti yang nantinya akan menimbulkan Motivasi Ekstrinsik terhadap kemampuan literasi anak usia dini sebelum memasuki lingkungan sekolah. Pengetahuan, keterampilan, dan sikap anak prasekolah yang menjadi dasar membaca dan menulis disebut dengan kemampuan literasi awal (Whitehurst & Lonigan, 2001). Jenis motivasi ekstrinsik dalam literasi awal ini akan timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu (si anak) yang dimana adanya ajakan atau dorongan dari sang Ibu, sehingga dengan keadaan seperti itu si anak akan melakukan sesuatu yang diberikan oleh si Ibu.
Literasi dan kreatifitas dapat dikembangkan untuk memberikan pengetahuan apa saja, baik sains maupun kehidupan sosial. Sehingga bisa menjadi dasar untuk mengembangkan otak kiri (sains, logika, analisa, organisasi ide) dan otak kanan (bahasa, seni, imajinasi, kreativitas, kebebasan berfikir) secara seimbang[4]. Kemampuan literasi awal dapat ditingkatkan dengan memberikan stimulasi berupa media literasi yang menarik bagi anak. Selain media yang menarik, peran lingkungan keluarga sangatlah penting. Hal tersebut dikarenakan anak membutuhkan adanya bimbingan atau pendampingan dari orang tua sebagai tutor bagi anak. Ibu yang mampu memberikan motivasi pada anak haruslah memiliki kesadaran tentang pentingnya memberikan stimulasi pada anak sedini mungkin[5]. Pada penelitian yang dilakukan oleh Widyaning Hapsari, Lisnawati Ruhaena, dan Wiwien Dinar Pratisti, salah satu stimulasi yang diberikan dalam program adalah memberikan buku cerita yang menarik bagi subjek. Peningkatan aspek-aspek kemampuan literasi dapat terjadi dengan membacakan buku cerita. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aram, Most & Mayafit (2006); menyebutkan bahwa rangsangan pada anak dalam bentuk membacakan buku cerita berkorelasi dengan kesadaran fonologis, pengetahuan umum, dan bahasa reseptif. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Senechal (2008) juga menyebutkan bahwa shared book reading yang dilakukan oleh anak dan orang tua mampu meningkatkan kosakata ekspresif dan pengetahuan morfologi. Hal tersebut juga dibuktikan pada penelitian ini dimana perkembangan bahasa dan kesadaran fonologis subjek menunjukan kemajuan lebih baik setelah diberikan buku cerita anak dan menggunakannya bersama orang tua. Adapun cara yang sudah saya terapkan kepada ponakan dan sepupu saya yang masih berumur dibawah 5 tahun, dengan basis permainan kreatif yang dapat dilakukan yaitu dengan membacakan buku yang saling bergantian untuk menebak sebuah persoalan yang menarik dan menyenangkan. Berikut tiga gaya membacakan buku yang disukai oleh anak-anak dalam buku “Human Development” Edisi Kesembilan karya Diane E. Papalia, yaitu
1. Describer style atau gaya membacakan cerita dengan fokus pada mendeskripsikan apa yang terjadi di dalam gambar dan mengajak anak untuk melakukan hal yang sama.
2. Comprehender style atau gaya membacakan cerita dengan mendorong anak untuk melihat lebih dalam pada mana cerita dan untuk membuat kesimpulan serta prediksi
3. Performance oriented style atau gaya membacakan cerita secara langsung, memperkenalkan inti dari cerita tsb sebelum memulai dan memberikan pertanyaan setelah pembacaan selesai.
Daftar Pustaka
Abdurakhman, Omon dan Radif Khotamir
Rusli Teori Belajar dan Pembelajaran.
Aram, D., Most, T., Mayafit, H. (2006). Contribution of mother-child storybook telling and joint writing to literacy development in kindergarteners with hearing loss. Language, Speech, and Hearing Services in School, 37(1), 209-223.
Haryono, M.H. Pengalaman Pembinaan Anak Usia Prasekolah, Desa Dalam Program Bina
Anapras (Surabaya: 1999), 34
Kurniawan, Heru. Literasi Parenting. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2018.
Papalia, Diane E. dkk. (2008). Human Development. Jakarta: Salemba Humanika.
Ruhaena, L. (2013). Proses pencapaian kemampuan literasi dasar anak prasekolah dan dukungan faktor-faktor dalam keluarga. Universitas Muhammadiyah Surakarta
Senechal, M., & Young, L. (2008). The effect of family literacy intervention on children’s acquisition of reading from kindergarten to grade 3: A meta analytic review. Review of Educational Research, 78(4), 880-907
Utami Munandar, SC., Aspek Psikologi dan Penerapannya, Analisis Pendidikan Departemen
P&K, (Jakarta:Balai Pustaka, 1981), 69.
Vygotsky, L.S. (1978). Mind in society. Cambridge, MA: Harvard University Press.
Whitehurst, G. J. & Lonigan, C. J. (2001). Emergent literacy: Development from prereaders to reader. Dalam S. B. Neuman & Dickinson (eds), Handbook of early literacy research (pp. 11-28). New York: Guilford Press
Widyaning Hapsari, Lisnawati Ruhaena, dan Wiwien Dinar Pratisti. “Peningkatan Kemampuan Literasi Awal Anak Prasekolah melalui Program Stimulasi”. Jurnal Psikologi. Volume 44, Nomor 3, 2017: 177 – 184.
[1] Utami Munandar, SC., Aspek Psikologi dan Penerapannya, Analisis Pendidikan Departemen
P&K, (Jakarta:Balai Pustaka, 1981), 69.
[2] Haryono, M.H. Pengalaman Pembinaan Anak Usia Prasekolah, Desa Dalam Program Bina
Anapras (Surabaya: 1999), 34
[3] Abdurakhman, Omon dan Radif Khotamir Rusli Teori Belajar dan Pembelajaran.
[4] Kurniawan, Heru. Literasi Parenting. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2018.
[5] Widyaning Hapsari, Lisnawati Ruhaena, dan
Wiwien Dinar Pratisti. “Peningkatan Kemampuan Literasi Awal Anak Prasekolah
melalui Program Stimulasi”. Jurnal
Psikologi. Volume 44, Nomor 3, 2017: 177 – 184.
3 Comments
Mengingat rendahnya tingkat literasi di Indonesia, saya rasa metode seperti ini patut di terapkan pada anak anak usia dini saat ini, guna dapat mengurangi rendahnya literasi masyarakat Indonesia di masa depan. Tetapi apakah metode seperti ini akan dapat diterapkan dengan baik? melihat bahwa metode yang diajarkan disekolah pada saat ini masih berupa metode konvensional seperti menghafal dsb, yang dimana orang tua tidak bisa hanya menjadi guru tunggal dalam mengedukasi anaknya menggunakan metode tsbt, pasti dibutuhkan sekolah sebagai tempat anak tsbt untuk belajar.
BalasHapusMetode untuk memberikan motivasi ekstrinsik kepada anak merupakan peran dasar yang orangtua berikan sebelum memasuki dunia luar seperti sekolah atau bahkan lingkungan sekitar rumahnya. Jika diterapkan dengan disiplin sejak dini, si anak nantinya akan menyesuaikan penerapan literasi yang sudah diajarkan ketika memasuki sekolah tahap awal. Terima Kasih Denzel. Salam dari Kina untuk sobat Denzel :)
HapusTulisan yang sangat menarik, terima kasih
BalasHapus