Telusur Jejak Multatuli
Karena aku lelaki terhormat dan makelar kopi --Droogstoppel
Aku Telah Banyak Menderita
Multatuli merupakan nama pena dari seorang penulis bernama Eduard Douwes Dekker. Beliau dikenal karena mahakaryanya yang berjudul "Max Havelaar, of de koffij-veilingen der Nederlandsche Handel-Maatschappij" yang memiliki arti bahwa 'Maskapai Dagang Kopi Hindia-Belanda'
Dengan berlatar belakang sebagai mantan Asisten Lebak, Banten, pada abad ke-19 Douwes Dekker menulis sebuah novel mengenai pertentangan eksploitasi dan penindasan kolonial Belanda di Jawa. Multatuli memiliki makna lain, yaitu "aku menderita" yang merupakan salah satu pelopor Belanda menentang sistem kolonialisme kejam yang dilakukan oleh kalangannya sendiri.
Cerita Multatuli diawali sebagai bentuk rasa kecewanya terhadap tindakan penjabat daerah yaitu Bupati (RTA KARTA NATANEGARA) yang dianggap semena-mena kepada penduduk. Dia melaporkan kegiatan yang dilakukan Bupati Lebak kepada GP BREST VAN KEMPEN selaku Residen Banten. Bukannya ditanggapi dengan baik, ia malah dianggap sebagai pengkhianat. Pada 4 maret 1856 dia resmi berhenti dengan membawa segumpal rasa kecewa. Sesampainya di Belanda, ia tidak diterima karena dianggap sebagai pengkhianat. Eduard pun pergi ke Belgia. Di kota Brussel dalam sebuah losmen kecil.
Roman Max Havelaar, diterbitkan pada 14 Mei 1860 tanpa sepengetahuan penulisnya tayang ditulis sesuai dengan salinan surat dan dokumen selama ia menjabat sebagai pegawai pemerintahan Hindia-Belanda. Sebelum terbit, ia mengirimkan surat kepada Raja William III tentang naskah MAX HAVELAAR pada 18 Februari 1860. Di akhir suratnya ia berkata "Apakah yang mulia tahu 30 juta penduduk di Hindia Timur, disiksa dan ditindas atas nama yang mulia?"
Dari roman itulah akhirnya dunia tahu mengenai "kebobrokan" Belanda di tanah jajahannya (Hindia-Belanda). Berangkat dari gagasan besar yang telah dicurahkan penulis di dalam buku "max Havelaar", maka dipakailah nama pena "Multatulli" Sang penulis yang dijadikan nama Museum yang berada di Rangkasbitung, Lebak Banten.
Roman Max Havelaar
Roman Max Havelaar karya Multatuli ini dikenal luas dan menjadi inspirasi bagi pejuang kemerdekaan, mulai Sukarno di Indonesia sampai Jose Rizal di Filipina. Bahkan Max Havelaar juga mendorong munculnya gerakan aktivisme di Belanda yang mengkritik praktik menyimpang dari kolonialisme. Roman itu berdampak jauh, Max Havelaar menjadi bahan bagi segelintir orang di Belanda untuk menyerang kebijakan pemerintah kolonial Belanda.
Salah satunya Robert Fruin, ia terinspirasi yang kemudian menulis artikel pada De Gids tahun 1899 dengan istilah 'Baltig Slot' atau keuntungan dari program Cultuur Stelsel (tanam paksa) yang dinyatakan sebagai satu sistem yang bertentangan dengan hukum belanda. Artikel tersebut berisi tentang kewajiban pemerintah kolonial untuk meningkatkan taraf hidup warga jajahan.
Tulisan Fruin kemudian mempengaruhi tokoh-tokoh Belanda yang menggagas politik etis seperti Van Deventer dan Pieter Brooshooft. Van Deventer menulis artikel dengan judul 'Een Eerschuld' dengan arti utang budi. Menurutnya, pemerintah kolonial berutang budi pada rakyat yang telah bekerja keras demi kemakmuran Belanda.
1 Comments
Waw bagus banget nih pembahasannya, museum Multatuli juga menjadi tempat yg recommended nih buat dikunjungiii :)
BalasHapus