Negoisasi Kehidupan Perempuan dengan Patriaki dan Norma Sosial dalam Film ‘Lipstick Under My Burkha’
Sebuah Review Artikel Jurnal Insaniyat Islam dan Humaniora
Sumber Gambar : socialsamosa.com |
Identitas Artikel.
Judul Artikel : Patriarchy and Social Norms in Lipstick Under My Burkha
Penulis : Deyan Rizky Amelia, Nadia Rukyati Hasanah, Sa'diah
Nur Rohmah
Nama Jurnal
(Publikasi) : Jurnal Insaniyat Islam dan Humaniora
Volume : Volume 4.
Nomor : Nomor 1, November 2019.
Halaman : 49-59 halaman.
DOI : 10.15408 /
insaniyat.v4i1.10345
URL : http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/insaniyat/article/view/10345
Adanya
hirarki gender dalam kehidupan sosial antara laki-laki dan perempuan membuat
kehidupan seseorang menjadi lebih terkekang. Patriarki atau superioritas laki-laki masih terus berkembang di dalam
dunia bagian barat maupun bagian timur. Sebuah sistem yang menguntungkan dan
memprioritaskan laki-laki dapat disebut sebagai sistem patriaki. Perempuan
memiliki kapasitas dan hak untuk melakukan perannya terhadap diri sendirinya
baik dalam keadaan lajang atau sudah menikah. Dalam sistem sosial budaya dan agama, patriarki muncul
sebagai ideologi yang diyakini bahwa laki-laki lebih berkuasa daripada
perempuan, bahkan perempuan dianggap sebagai properti laki-laki. Dalam
patriarki budaya, perempuan dianggap selalu taat pada regulasi yang sesuai
dengan sosial norma dan apapun yang diperintahkan oleh laki-laki. Budaya patriaki masih terus
terkonstruksi sehingga menjadikan perempuan terpenjara dalam kebebasan, seperti
yang ada pada film ‘Lipstick Under My Burkha’ sebuah film yang menentang masyarakat
patriakal di India dengan bias industri film yang melawan perempuan.
Film Lipstick Under My Burkha (2017) yang disutradarai oleh Alankrita Shrivastava berdurasi 117 menit. Dalam film
tersebut, sutradara menggambarkan bahwa kekuatan laki-laki dan norma sosial
mengontrol empat karakter utama kehidupan. Selain isu patriarki, isu lain dalam film ini adalah perihal norma sosial. Norma sosial merupakan kebiasaan umum yang menjadi tolak ukur
perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batas wilayah tertentu. Norma akan
berkembang seiring dengan kesepakatan sosial masyarakat, itu juga sering
disebut sebagai regulasi sosial. Menurut Berkowitz, teori norma sosial merupakan sebuah perilaku individu yang dipengaruhi oleh
persepsi orang lain atau
anggota kelompok sosial kita
berpikir dan bertindak (Berkowitz, 2004). Norma sosial menjadi penghalang bagi
individu yang mematuhi norma-norma ini.
Konflik dalam film ini terjadi adanya masalah tentang kebebasan yang dihalangi oleh sistem patriarki dan norma sosial masyarakat yang dihadapi oleh empat karakter utama. Masalah ini nantinya akan menjadi konflik yang akan dikaji dalam artikel jurnal dengan menggunakan teori identitas dari Stuart Hall. Menurut Stuart Hall terdapat dua macam karakter seseorang. Pertama adalah cara hidup seseorang dengan karakter sebagai diri sendiri (identitas makhluk atau subjektivitas) dan kedua, hidup dengan karakter dari legitimasi seseorang pada “satu individu” sebagai wujud solidaritas serta ciri khas masyarakat. Dalam hal ini, Rehana Abidi, Leela, Shireen, dan Usha tokoh utama dalam film mencoba mencari sendiri kebebasan dengan menjadi orang lain, di luar posisi terdepan mereka dalam keluarga atau dalam masyarakat
Hasil penelitian artikel jurnal ini menunjukkan bahwa keempat tokoh perempuan
dalam film ini memiliki
satu tujuan untuk berusaha
menggapai impiannya
berupa kebebasan untuk perempuan. Mereka memiliki keinginan yang
sama untuk melepaskan diri mereka dari segala bentuk penindasan. Kebebasan berpakaian sesuai keinginan
mengacu pada Rehana, kebebasan untuk dicintai mengacu pada Shireen, kebebasan
untuk memilih pasangan hidup mengacu
pada Leela dan kebebasan untuk melakukan apa yang mereka inginkan mengacu pada
Usha. Sikap dan perilaku Empat
karakter utama dalam film ini dibatasi oleh patriarki dan norma sosial.
Patriarki dalam film ini membatasi sikap dan tingkah laku
tokoh yang mengacu pada
kehidupan Rehana dan Shireen karena ada kekuatan laki-laki yang diwakili oleh sosok
sang ayah
dalam kehidupan Rehana dan
sosok suami dalam kehidupan Shireen. Kemudian norma sosial muncul membatasi sikap dan tingkah laku di kehidupan Leela dan Usha, mereka berdua melakukan perbuatan asusila dan membuat keluarga merasa malu. Mereka
ingin bebas seperti kisah Rosy yang diceritakan di novel. Mereka merusak aturan keluarga dan norma sosial karena
merupakan bentuk negosiasi identitas mereka untuk mendapatkan identitas diri yang
sebenarnya.
Problematika
yang terjadi pada film ini menjadi bukti bahwa kehidupan perempuan masih sering
di pandang pada sudut yang terlalu sempit di zaman yang seharusnya semua
individu sudah harus merasakan kesetaraan. Konsep kesetaraan gender masih terlihat
tabu dibeberapa kalangan, ini disebabkan karna mereka secara pribadi mungkin
saja belum mengetahui secara penuh mengenai konsep kesetaraan. Disini lah
feminisme dapat mendobrak sistem yang melakukan diskriminasi gender dan sistem
patriaki yang masih terus langgeng. Dalam jurnal ini dibahas lebih lanjut
mengenai sistem patriaki dan norma sosial seperti apa yang ada pada film ‘Lipstick Under My Burkha’ dengan menggunakan analisis
dialog pada film tersebut.
Sebagai kalimat akhir ada pesan yang
dapat diambil dari pembahasan terkait artikel jurnal tersebut yaitu
teruntuk kalian yang belum memiliki pasangan atau yang sedang menjalin hubungan
dengan seseorang, ajak pasangan kalian diskusi mengenai cara pandang pasangan
terkait patriaki, woman and manhood, serta femininity dan masculinity. Karena pasangan
yang memiliki human decency dan logika sehat terkait problematic ini sangat penting untuk menghindarkan
kita dari genggaman pasangan yang menomerduakan perempuan.
Referensi
Berkowitz, A. D. (2004). The Social Norms Approach: Theory, Research, and Annotated Bibliography. Social Norms Theory and Research, August, 1–47. www.alanberkowitz.com
1 Comments
thanks infonya gan, ternyata banyak nilai-nilai Sosial yang humanis dari Artikel tersebut
BalasHapus